Bahkan sampai Hendri Mulyadi turun lapangan pun kita keok ladeni Oman


Wkkwkwkwk…wkwkwk..wkwkwk..wkwkwk…!!!”

Tawa terbahak-bahak. Satu-satunya kepuasan yang pantas kita peroleh tatkala menyaksikan Tim Nasional PSSI bertanding melawan Oman Rabu malam (6/1).

Bak komedi, lebih lucu dari Opera Van Java atau Tukul Arwana dalam Bukan Empat Mata.

Bagaimana tidak, sebelum-sebelumnya orang-orang sudah kapok melihat bagaimana ‘ajaib’-nya sepakbila kita. Bahkan sekedar membicarakan saja, eneg dan buang-buang waktu rasanya. Semua sudah hapal mati bagaimana jalan ceritanya.

Dari kekonyolan Mursyid Efendi menjebol gawang sendiri hanya karena takut bertemu Singapura di semifinal Piala Tiger 1998, kompetisi dalam negeri yang full-action pemain ngejar-ngejar wasit layaknya maling ayam, Ketua PSSI yang bisa memimpin organisasi dari balik jeruji, hingga mimpi siang bolong mengajukan diri menjadi tuan rumah ajang akbar Piala Dunia.


Segelintir sejarah ini saja, sudah cukup bikin kepala angguk-angguk berdecak kagum kalau sepakbola kita memang ‘ajaib’.

Nah, soal luar biasanya prestasi timnas kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, wow jangan ditanya lagi. Awal Desember sebelum tutup tahun 2009 saja, di ajang SEA-Games timnas digasak negara anak bawang Laos O-2 sekaligus dijadikan juru kunci grup penyisihan dengan rekor tak sekalipun menang. Sekedar me-refresh ingatan, Laos itu negara Asia Tenggara ketiga paling bawah (178) dalam peringkat terbaru FIFA setelah Brunei (191) dan Timor Leste (200).

Baru enam hari setelah tahun 2010 berjalan, daftar panjang prestasi ‘ajaib’ itu bertambah lagi. Timnas senior dipecundangi 1-2 Oman di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Kandang sendiri yang kondisi rumputnya bergelombang bak sawah kering yang habis dibajak kerbau.

Sebenarnya, malam itu bukan kekalahan timnas yang dipersoalkan. Kemarin-kemarin tukang sayur pun sudah memprediksi, timnas sulit menang lawan Oman. Padahal ketika ditanya Oman itu dari benua apa, tukang sayur malah menyebut Afrika.

Cuma, orang penasaran saja. Seperti apa sih janji pelatih Benny Dollo yang dalam jumpa pers-nya mengatakan timnas akan turun dengan permainan ‘terbuka’.

Dalam permainan sepakbola, strategi permainan ‘terbuka’ itu artinya menggempur ‘habis’ lawan dengan serangan sejak peluit pertama kali ditiup wasit. Misalnya lawan ngotot juga ingin menyerang, maka setiap serangan dibeli-lunas dengan serangan. Pokoknya, mirip strategi yang diterapkan FC. Barcelona (Spanyol) kalau sedang bertanding.

“Menang adalah harga mati. Jika menang, harus menang banyak. Jika kalah, sekalian kalah banyak,” begitu sesumbar Benny di harian Kompas
sehari sebelum pertandingan penyisihan Piala Asia ini digelar.

Bisa dibayangkan, bagaimana serunya nanti pertandingan ini. Paling tidak, hujan gol akan beradu dengan hujan air di musim bulan-bulan seperti ini.

Hal itu pulalah yang membuat Hendri Mulyadi, lelaki asal Bekasi bela-belain datang jauh-jauh untuk menuntaskan hasrat penasarannya. Meski sesampai di luar stadion, ia terpaksa merogoh kocek dua kali lipat gara-gara karcis di loket ludes, keburu ditilap para calo.

Hendri tak sendirian, di dalam stadion puluhan ribu suporter sudah tak sabar menunggu. Gemuruh tabuhan genderang sudah serasa bakal ada perang. Di rumah, berjuta-juta pasang mata sejak tadi stand-by di depan layar TV.
Harapan tontonan seru, sesuai apa yang dijanjikaan pelatih timnas, sudah membayang di kepala.

Sekonyong-konyong, merpati ternyata ingkar janji. Tunggu punya tunggu, permainan ‘terbuka’ yang dijanjikan tak kunjung keluar. Yang ada, sejak peluit pertama timnas malah didikte Oman. Sedari tadi bola hanya mengalir dari kaki ke kaki pemain-pemain Oman saja.

Ponaryo Astaman, Boaz Solossa, Syamsul Chaeruddin, Bambang Pamungkas, atau pemain-pemain kita lainnya paling-paling hanya sesekali berhasil menyentuh si kulit bundar. Itu pun cuma menghasilkan out-ball, off-side, atau free-kick untuk lawan.
Hanya Markus Horison saja yang paling banyak menguasai bola sebab gawang yang ia jaga tak bosan-bosannya digempur tembakan dan sundulan lawan.

Sebuah tendangan bebas dilakukan Oman. Bola melambung ke dalam kotak penalti timnas. Sebuah sundulan mengarah ke tiang kanan. Markus tak bisa menghalau. Jala gawang timnas bergetar. Sebuah gol yang membuat suporter tuan rumah bergumam “aah…” sambil menepuk jidatnya.

Dewi Fortuna ternyata seperti akan memihak timnas malam ini. Gol tersebut dianulir wasit. Entah apa penyebabnya. Pemain-pemain Oman mencoba melakukan protes. Keputusan tetap menyebutkan tendangan bebas harus diulang. Syukur deh ada 'dewi' yang baik hati ini...

Tapi dasar tak tahu diuntung, kejadian yang sama terulang lagi. Proses gol kembali terjadi persis seperti gol yang dianulir wasit sebelumnya. Ibarat kata, timnas kita ‘dua kali nabrak tiang telepon yang sama’.
Entah ini ketololan atau lawakan. Yang pasti gol kali ini sah. Dan Fawzi Bashir, gelandang Oman yang menyundul bola tersebut, berlari-lari merayakan keberhasilannya di menit 32.

Sisa permainan kembali dilanjutkan. Bukannya bermain cerdik untuk mengejar ketertinggalan, pemain kita justru lagi-lagi dibuat mirip bola ping-pong. Hanya berlari ke sana kemari, mengejar bola yang tak bisa-bisa juga direbutnya. Prediksi tukang sayur sepertinya terbukti, kita memang kalah skill, fisik, kolektifitas permaian, dan segala-galanya.

Tiba-tiba bola melambung tinggi ke pertahanan lawan. Boaz mengejarnya. Ia berhasil mengontrol bola dengan dada, lalu adu sprint dengan bek tengah lawan. Namun dua pemain bertahan terlihat mencegatnya. Satu di antaranya berusaha menghalangi Boaz dengan badan. Pemain asal Papua ini tetap ngotot. Meski terlihat lebih kecil, body-charge ia lakukan hingga pemain belakang tersebut terjungkal.

Kini, tinggal Boaz yang ada paling depan. Satu pemain belakang Oman lainnya tetap berusaha mengejar. Bola digiringnya sekali lagi, lalu tembaaaak...!!!

Ali Al-Habsi, kiper Oman yang menjadi cadangan klub Bolton Wanderers (Inggris) buang badan ke samping mencoba mengikuti arah sepakan Boaz. Namun naas baginya, ketika melompat, bola ternyata lebih dahulu menyentuh kaki pemain belakang yang mengejar Boaz. Apa lacur, arah bola terlanjur berbelok berlawanan dengan arah lompatan Al-Habsi.

Goooooooooll….!!! Jala gawang Al-Habsi bergetar. Boaz berlari menerjang bendera tendangan sudut melakukan selebrasi. Skor berubah 1-1. Dan kembang api serta genderang suporter bergemuruh di langit-langit stadion.

Sebenarnya, bukan bermaksud sentimen dengan timnas, gol Boaz tersebut sedikit berbau pelanggaran dan keberuntungan. Saat replay slow motion ditayangkan, body-charge yang dilakukan Boaz terhadap badan pemain belakang Oman hingga terjunggkal terlihat berunsur pelanggaran. Pemain belakang tersebut pun terlihat mengangkat tangan meminta perhatian karena merasa dilanggar. Lagi-lagi beruntung ada 'dewi' malam ini bagi timnas, wasit mungkin tak melihatnya.

Namun, dalam sepakbola, kekhilafan wasit seperti ini kerap terjadi. Yang paling parah mungkin Hand of God-nya Diego Armando Maradona (Argentina) yang mencetak gol ke gawang Inggris dengan sentilan tangan kirinya. Atau, baru-baru ini ulah Thierry Henry (Prancis) yang mengontrol bola dengan tangan sebelum mengoper ke rekannya hingga tercipta gol yang membuat Irlandia mengubur dalam-dalam mimpinya ke ajang Piala Dunia 2010.

Apapun alasannya, Teh Sosro minumannya. Beruntung timnas memiliki kegigihan Boaz yang patut diacungi jempol. Trik yang dilakukannya juga bukan kategori ‘kelicikan’ seperti yang dilakukan Maradona atau Henry. Yang jelas Boaz telah berhasil mengembalikan harapan suporter di seluruh tanah air yang nyaris sirna.
Sayangnya permainan harus berhenti untuk mempersilahkan pemain turun minum. Babak pertama telah usai.

Lima belas menit kemudian, pemain timnas yang malam itu tampak gagah dengan seragam merah-putih kembali masuk lapangan. Kali ini dengan keyakinan dan semangat yang lebih mantap.

Hendri Mulyadi dan puluhan ribu suporter di tribun, serta berjuta pasang mata di layar TV boleh berharap, di babak kedua inilah mungkin saatnya strategi permainan ‘terbuka’ itu diperlihatkan.

Malangnya, kenyataan berselisih 180 derajat dengan perkiraan. Baru 5 menit permainan berjalan, jala gawang timnas ‘sobek’ untuk kedua kalinya. Tendangan keras Ismail Al-Ajmi tak terbendung akibat kecerobohan tak seorang pun pemain bertahan kita yang terlihat mengawal striker Oman tersebut.
Sontak mental suporter dan penonton di layar TV ambruk. Apalagi pemain-pemain di lapangan.

Dalam situasi seperti ini, keberuntungan tak akan datang berkali-kali. Dewi Fortuna tentu ogah bolak-balik dari kahyangan dan kembali ke tengah lapangan Gelora Bung Karno.

Benar tak ada jala lain: “Jika menang, harus menang banyak. Jika kalah, sekalian kalah banyak.” Permainan ‘terbuka’ adalah satu-satunya senjata pamungkas yang tersisa.

Namun, saudara-saudara, untuk kedua kalinya merpati kembali ingkar janji. Harapan menyaksikan pertempuran habis-habisan lewat permainan ‘terbuka’ tinggal harapan.

Hingga waktu memasuki menit 80, penonton kembali hanya disuguhkan permainan bola ping-pong Oman. Itu artinya 40 menit sudah pemain kita di babak kedua ini kembali hanya berlari ke sana kemari, mengejar bola yang tak bisa-bisa juga direbutnya. Kali ini ditambah dengan lidah terjulur dan tangan mengelus pinggang.

Jika sudah begini, seperti biasa penyakit pencinta sepakbola Indonesia bakal kumat. Di depan TV, mulut penonton mulai mengomel, menghardik, mencemooh bahkan mengumpat tanpa saringan. Waktu Mursyid menjebol gawang sendiri dengan sengaja di Piala Tiger 1998, malah ada yang sampai melempari layar TV-nya dengan asbak.

Di dalam stadion, pantat suporter mulai panas-panas gregetan. Sebagian yang sudah tak kuat menyaksikan pemandangan ini, serta-merta meninggalkan tribune. Padahal 10 menit masih tersisa. Sebagian yang lain, mencoba menunggu entah apa.

Satu di antara yang masih setia itu adalah Hendri Mulyadi.

Namun, merpati memang ternyata tak pernah menjanjikan apa-apa sebelumnya. Satu-satunya yang pernah berjanji hanyalah Benny Dollo, pelatih timnas kita, di depan sorotan kamera para wartawan saat jumpa pers.
Janji-janji manis serupa janji para politikus saat kampanye.

Hendri kecewa, hatinya geram, waktu telah menunjukkan injury time. Ia teringat jarak yang telah ia tempuh dari Bekasi hingga ke stadion. Ia teringat bagaimana terpaksa harus merogoh kocek dua kali lipat demi janji yang sangat ingin ia saksikan.

Maka, bila tak ada satupun pemain hingga pelatih di negara ini yang bisa menunjukkan seperti apa itu permainan ‘terbuka’ ala FC. Barcelona, sudah sepantasnya seseorang harus beraksi memperlihatkannya!

Selang berapa lama, dari kejauhan, ada seorang lelaki sedikit gempal yang berlari-lari. Ia berhasil ‘membuka’ hadangan pagar pembatas tribune. Setelah itu, ia juga berhasil berkelit ‘membuka’ kawalan petugas di pinggir lapangan.

Dalam tempo yang cukup cepat, ia malah telah berada di tengah-tengah lapangan. Pertandingan terhenti. Di depannya tampak Boaz berusaha mencegatnya, tapi ia lagi-lagi mengecoh dan sukses ‘membuka’ cegatan Boaz.

Inikah permaianan terbuka itu?

Ia terus saja berlari menuju bola yang terhampar di pinggir lapangan. Benny Dollo terlihat mengejarnya dari luar lapangan. Sang pelatih ‘ingkar’ janji itu jelas tak berhasil menghadang pergerakannya. Maklum saja badannya justru lebih tambur dari lelaki itu.

Kini, bola digiring sendirian, bahkan telah memasuki kotak penalti. Seorang polisi berseragam terlihat berusaha sekuat tenaga mengejarnya dari belakang. Ia tinggal berhadapan dengan Al-Habsi yang maju bergerak mempersempit ruang tembak.

Lelaki itu menggiring sekali lagi si kulit bundar. Momen inilah saatnya, harusnya efek slow-motion digunakan. Lalu saat ia melirik celah kosong antara posisi kiper Oman tersebut dan tiang gawang, harusnya ekspresi wajahnya diclose-up.

Dan setelah keyakinannya mantap, ia lalu melepaskan sebuah tembakan. Duaasssssss...!!! Arahnya sudah benar, sayang datangnya bola terlampau lemah. Terlalu mudah bagi Al-Habsi, kiper cadangan Bolton Wanderers itu untuk menangkapnya.

Langkah kaki lelaki itu terhenti. Ia kecewa, namun belum sempat ia menunjukkan ekspresi kekecawaannya, polisi berseragam yang sedari tadi mengejarnya memitingnya ke tanah.

Siapa lelaki itu sebenarnya?

Sosoknya muncul saat diwanwancara berita TV, namanya Hendri Mulyadi, lelaki asal Bekasi, suporter fanatik yang rela bayar dua kali lipat demi rindunya pada prestasi timnas PSSI. Ia meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas ulahnya. Bahkan sampai memohon ampun kepada SBY segala.

Kalau saja Hendri tahu, bahwa sebenarnya ia telah berhasil menyuguhkan tontonan segar dalam sepakbola kita yang kerap bikin muka manyun. Berhasil mengubah tragedi umpatan suporter dan penonton TV menjadi gelak tawa yang benar-benar lucu. Rasa-rasanya ia tak perlu meminta maaf.

Sungguh, Hendri telah menyiratkan satu hikmah bagi kita semua: di balik karut-marut persepakbolaan kita, Ada banyak komedi tersimpan di dalamnya yang lebih lucu dari Opera Van Java atau Tukul Arwana dalam Bukan Empat Mata.

Hendri mungkin adalah representasi dari apa yang ada di hati berjuta-juta penggila bola di negeri ini. Sayang, malam itu ia gagal menjebloskan gol untuk menyamakan kedudukan.

Bahkan dengan 12 pemain pun kita keok meladeni Oman.
Bravo…bravo…bravo…Hendri Mulyadi !!!

__________________
Kampung Pettarani, Makassar 7 Januari 2010.

1 komentar:

  1. Hahaha...hendri mulyadi,anak muda yang resah dan terheran2,kenapa di negeri berpenduduk 200 juta lebih ini tak bisa menemukan 11 orang saja yang pintar bermain bola....

    BalasHapus