Ketupat



Tetangga samping rumah non-muslim. Tapi ia ikut senang manakala bulan puasa tiba. Banyak jajanan klasik tiba-tiba nongol di kiri-kanan jalan. Pisang ijo, sirup DHT, es-buah, cincau, kelapa muda, panada, putri ayu dan sebangsanya.

Ibu-ibu nyeletuk, bila ramadhan, belanja rutin dapur pasti membengkak.

Tahun ini, adik teman saya minder ke lapangan untuk shalat ied.
“Masa baju ini lagi, kayak tahun-tahun kemarin,” begitu katanya.

Baru H minus 4.
Jalan sekeliling Mall Panakkukang memadat dengan antrian kendaraan. Kerumunan orang adu jajal dengan diskon.

Malam takbiran, bocah-bocah rame main petasan dan kembang api.

Lelaki-lelaki perkasa, yang memerankan sosok kepala rumah tangga nan bijak, sibuk mondar-mandir dari satu toko ke toko lain, menghitung pengeluaran yang pas dengan isi kantong.

Sarung, peci dan koko udeh. Baju baru anak tercinta udeh. Nastar dan kue coklat istri tersayang udeh. Ayam kampung dan ketupat udeh. Kelop udeh!

*   *   *

Syahdan, kata sahibul hikayat, ketupat diperkenalkan Sunan Kalijaga sebagai salah satu sarana menyebarkan islam ke tanah Jawa. Beliau menanamkan budaya bakda lebaran dan bakda kupat.

Bakda kupat dilakukan seminggu setelah hari lebaran. Saat itu, hampir setiap rumah terlihat mengayam daun kelapa muda. Selesai dimasak kupat dihantarkan kepada sanak yang lebih tua, saudara maupun tetangga sebagai lambang penghormatan serta kebersamaan. Seikat kecil juga biasa digantungkan di depan pintu rumah, simbol kesyukuran.

Kupat sarat akan makna filosofis. Bentuknya yang bersudut empat, melambangkan utara, selatan, timur dan barat. Cara membuatnya melalui anyaman rumit yang berliku-liku, melambangkan perjalanan hidup manusia yang jauh dan tidaklah mudah. Meski demikian, kemanapun arah itu berkelana, ujung anyaman terakhir adalah sisa helaian yang menghadap ke atas. Semata-mata ini bermakna bahwa bagaimanapun rupa hidup itu hanyalah kembali dan untuk memuliakan-Nya.

Memasak kupat membutuhkan waktu yang cukup lama. Ini pertanda untuk menjadi manusia yang matang perlu tempaan sedemikian rupa dan tidaklah mudah. Manakala kupat telah matang, belahlah, kita akan bertemu sesuatu yang putih, suci nan lezat. Maka semoga setelah ramadhan, setiap manusia bisa lahir dan tumbuh seperti itu.

*   *   *

Manusia adalah mahluk semiotik (tanda). Kita membangun relasi sosial hingga akhirnya membentuk sebuah budaya bermula dari praktik-praktik ataupun dialektika penandaan yang tentunya memiliki makna.

Hanya, ketika simbol (tanda) yang berlangsung dalam relasi individu, relasi sosial serta relasi budaya tengah sedemikian kompleks hingga menjurus prestise, saat itulah sesungguhnya rentan terjerembab dalam ritus simbolik permukaan yang dangkal dan miskin makna

Mudah-mudahan kita mampu mengambil hikmah. Hakikat pelajaran menahan lapar, haus dan hawa nafsu selama sebulan, bila setiap sahur apalagi bedug buka tiba, meja makan selalu disesaki pesta pisang ijo, sirup DHT, es-buah, cincau, kelapa muda, panada, putri ayu dan sebangsanya. Disusul menu utama. Hingga karena berlebihannya, kadang sisanya berakhir ke tong sampah di pencucian piring. Dan itu berlangsung selama sebulan.

Mudah-mudahan kita bisa menghirup makna. Apa itu mengucap syukur atas rezeki yang telah diberikan. Sehingga kita mampu membangun empati sosial dan saling berbagi kepada sanak yang kurang beruntung, manakala biaya belanja rutin justru membengkak dari hari-hari biasanya. Dan itu berlangsung selama sebulan.

Semoga dengan petasan, sarung, peci, koko, baju baru anak tercinta, nastar, kue coklat crispy, opor ayam kampung dan ketupat, kita bisa memahami apa itu sesungguhnya shaum (menahan diri)

Kita mencoba belajar merasakan apa itu dhuafa, melalui parade ritus tahunan pesta-pesta berlimpah.

Simbol tak memuat pretensi. Tanda tak pernah salah. Sebab sejatinya ia kosong. Kita hanya kadang terlalu dangkal memberi atau bahkan menghilangkan makna itu sendiri.

Sungguh, Sunan Kalijaga ketika pertama kali memperkenalkan makna ketupat, juga mengajarkan semiotika dalam spiritualitas.
Bahwa, ramadhan semata-mata hanyalah sebuah simbol. Bulan yang disucikan sebagai sarana melatih diri. Dimana idul fitri hanyalah penanda lonceng mulai dibunyikan. Sebab pertarungan sesungguhnya terletak di 11 bulan berikutnya.

“1 syawal 1434 Hijriyah, selamat menunaikan ibadah puasa yang sebenar-benarnya!“


* * *


Kampung Pettarani, Makassar 8 Agustus 2013.
Selengkapnya...