Seumpama Saya…Maka Bukan #KamiTidakTakut… melainkan #KamiIkhlas



Yaaa… kami sangat takutlah! One hundred percent itu…!!!

Bayangkan… di perempatan Sarinah, Jakarta, jalanan nomor satu paling sibuk di Indonesia, ada 3 orang ndak ngerti apa-apa, terpaksa tergeletak MATI, ditambah 4 orang pelaku yang tentu saja ngerti apa-apa, JUGA MATI dengan; ada yang terburai bom bunuh diri, ada yang ditimahpanaskan Polisi…
Total 7. Di bawah terik siang pula.

Bahkan jauh sebelum ini, kami ‘tidak kalah’ sangat takutnya, terpaksa tergeletak di tengah jalan raya, gara-gara metromini ugal-ugalan, begal motor ABG-ABG keroyokan, perang sipil di jalanan, tawuran SMU, pembunuhan ‘menggunakan racun’ berencana, ditembak pistol entah siapa, diperkosa di jembatan penyeberangan, perampokan, penodongan dan segala macam kekerasan.

Kita sebaiknya takut, bahwa kenyataan di negara kita; sebagai bangsa yang konon mewarisi nilai-nilai kebudayaan adiluhung, dimana manifestasi sejarah panjangnya masih dijumpai hingga hari ini; sebagai bangsa yang konon dengan komposisi penduduk Islam terbesar di dunia, yang mampu hidup harmoni dalam perbedaan keyakinan di atas tanah yang sama; kok… seperti mengobral murah harga sebuah nyawa dan kehidupan.


ini Tragedi. Tragedi yang bukan dari alam, tapi kemanusiaan.

Kita sebaiknya takut, meski telah sebagai manusia, kita seperti masih belum juga paham makna, bahwa kita adalah makhluk yang ditakdirkan untuk (di)mulia(kan). Bahwa sebagai manusia, siapapun tanpa kecuali, wajib menjunjung tinggi kehidupan atas dirinya dan kehidupan atas manusia lainnya.

Oh… mungkin karena ketidakadilan politik internasional, perang ideologi, mungkin karena desakan ekonomi, mungkin karena efek samping gejolak penduduk, mungkin karena ketimpangan kota dan desa, mungkin karena sistem pendidikan, keagamaan bahkan negara yang lemah, mungkin sebaiknya kita tidak terjebak dengan kedangkalan mencari jawaban ‘mungkin karena ini atau itu’.

#KitaTidakTakut… 

Oke, lalu karena itu besok-besok acaman teror atau horor tak akan kembali lagi?
Ibarat di ring tinju, seorang bocah usia belasan, sudah mimisan babak belur kena tonjok tangan orang dewasa, tetapi masih sok kuat bangkit berkata:

“Tidak sakit… Saya tidak takut!” 
Dan teror serta-merta bablas.. kapok tak mau datang lagi.

Aah.. Kalau begitu, biar kesannya arif bijaksana, bikin juga #KamiIkhlas, ataukah #KamiMenaikkanBenderaSetengahTiang, ataukah #KamiMengenangMereka3YangTergeletakMatiKarenaTakMengertiApa-ApaMaupun4YangKarenaDibutakanKeyakinanAneh.


Habis itu, kita sambung lagi #Kami juga bertanya pada negara, undang-undang, aparat-aparat penguasa, organisasi-organisasi masyarakat, profesi-profesi, setiap individu, dan tentu saja kami sendiri; Sudahkah kita paham, apa yang selanjutnya masing-masing harus kita lakukan agar tak ada lagi manusia yang tergeletak di tengah jalan raya, di bawah terik siang pula?

Kita wajib berdoa, bukan lantaran kejadiannya di negeri sendiri, tetapi setiap tempat di penjuru dunia, semoga kekerasan dengan alasan apapun itu, tidak terulang apalagi berulang-ulang. 

Tak bosan-bosannya kah kita kembali melecehkan kemanusiaan kita sendiri. Apakah kita perlu cermin untuk dibawa setiap saat? Jangan-jangan derajat kita sebenarnya hanya tampak seperti kawanan makhluk bertaring yang menghalalkan pemangsaan dan darah yang tertumpah.

Karena, sama-sekali tak ada alasan apapun yang bisa dibenarkan, bahwa manusia bisa menghilangkan nyawa manusia lainnya!” Titik.


Dedicated:

3 orang korban dan kelurga tercinta yang ditinggalkan, aparat kepolisian yang telah melakukan tindakan pencegahan, mereka-mereka yang melakukan pertolongan di tengah kejadian, 

dan 4 orang yang mati karena keyakinan aneh. 




Selengkapnya...