Lontong



Benarkah, bahwa makhluk hidup yang isi kepalanya terdapat seoonggok organ lunak berukuran dua-kepalan telapak tangan disatukan, yang berfungsi untuk mengelola sistem informasi berkesinambungan, sehingga disebut makhluk berakal itu, sebenarnya adalah makhluk hidup yang paling tolol?

* * *


Syahdan, sebelum Perang Dunia II meletus. Ilmuwan Albert Einstein melayangkan surat kepada Franklin Delano Roosevelt, Presiden Amerika Serikat. Isinya, tentang kabar bahwa Adolf Hitler sedang mengembangkan sebuah senjata baru yang luar biasa dahsyatnya: bom atom.

Di akhir surat, Einstein menyarankan agar Amerika Serikat sebaiknya mendahului pengembangan senjata itu. Sebelum Jerman berhasil melakukannya.

Saran Einstein diterima. Dalam waktu singkat, Amerika meresponnya dengan menggelar suatu proyek rahasia dengan sandi “The Manhattan Project”. Misinya sama, mengembangkan bom nuklir. Di tangan kendali J. Robert Oppenheimer, ahli fisika nuklir, proyek itu pun sukses*.


Proyek itu sukses melahirkan sebuah benda yang bentuknya mirip lontong dari baja seberat 4 ton. Panjang 3 meter. Diameter 0,7 meter. Diberi nama Little Boy.

Lontong itu dimasukkkan ke dalam perut pesawat B-29 bernama Enola Gay yang sedang parkir di Pulau Tinian, dekat Guam, Lautan Pasifik. Wilayah ini, dulunya direbut Amerika Serikat dari tangan Jepang pada 23 juli 1944.

Dini hari 6 Agustus 1945. Tepatnya pukul 02:45 waktu Tinian atau 01:45 waktu Hiroshima. Enola Gay lepas landas dari Tinian menuju Hiroshima.

Menurut catatan William D. Parson, co-pilot Enola Gay, pukul 09:09 waktu Tinian, lanskap kota Hiroshima sudah terlihat dari jendela depan pesawat. Begitu Enola Gay melintasi Jembatan Aioi, lewat 30 detik dari pukul 09:15 waktu Tinian (08:15 waktu Hiroshima), lontong tersebut dijatuhkan.

Sehabis melepas Little Boy, Enola Gay langsung menukik 155 derajat ke atas. Berbelok ke utara menghindari efek ledakan. Little Boy sendiri terjun bebas sekaligus memulai aksinya*.

Aksi dari benda yang mirip lontong itu kurang lebih demikian: bahan peledak di pantat Little Boy yang telah terpicu, menimbulkan kejut. Gelombang kejut menekan bagian utama bom yang sejenis peluru tapi berbahan Uranium-235. Melewati selongsong dan berujung pada bola Uranium-235. Selanjutnya, 'reaksi fisi' (pembelahan) pun mulai bekerja.

Teori 'reaksi fisi', pertama kali ditemukan oleh empat ilmuwan Jerman– Otto Hahn, Lise Meitner, Fritz Strassman, dan Otto Frisch– mengatakan inti atom-atom berat (radioaktif) seperti uranium bisa dibelah dengan menembakkan sebuah neutron. Partikel ideal untuk membelah inti atom.

Inti atom yang menyerap neutron akan menjadi tak stabil, lalu memecah diri. Dalam sebuah bom, proses tersebut berjalan secara terus menerus. Satu neutron yang ditembakkan ke setiap fisi, akan menyebabkan pembelahan menjadi dua. Dari dua, menjadi empat, empat menjadi delapan, delapan menjadi enambelas. Begitu seterusnya. Kadang-kala ini disebut juga reaksi berantai.

Proses pembelahan neutron terjadi dalam tempo sangat singkat. Hitungannya satuan piko detik (1 x 10 pangkat -12 detik). Reaksi berantai yang tak terkendali itu, menghasilkan radiasi sinar gamma dan sejumlah besar energi.

Pada Uranium seberat satu kilogram, ia mampu menghasilkan energi 23,7 juta kwh. Bila energi ini digunakan untuk menghidupkan bola lampu 100 watt, maka selama 30.000 tahun ia akan terus nyala tanpa henti.

Sekarang, bayangkanlah Little Boy, lontong yang beratnya empat ton.

Hanya 43 detik waktu yang dibutuhkan Little Boy untuk meledak sejak dimuntahkan Enola Gay. Tepat pada ketinggian 580 meter di udara. Di atas Rumah Sakit Shima.

1/10.000 detik setelah ledakan, dalam radius 17 meter dari pusat ledakan (hypocenter), panas mencapai 300.000 derajat celcius. Sementara yang sampai ke Rumah Sakit Shima sendiri sekitar 6.000 derajat celcius.

5 menit setelah ledakan, asap atom menguar laksana cendawan putih raksasa. Warga Hiroshima yang berada dalam radius 5 kilometer dari pusat ledak, sekonyong konyong binasa oleh zat radioaktif. Dari yang masih ngemot puting payudara ibu ataupun yang sudah aki-aki. Langsung maupun dalam hitungan hari. Kalaupun nafasnya sanggup megap-megap, menderita cacar kulit bahkan mutasi genetik. Bila sedikit beruntung, korban terkena cikal-bakal kanker atau leukimia.

* * *


Hingga saat ini, menurut desas-desus, jumlah koleksi lontong yang ada di permukaan planet ini, telah sukses mencapai angka ribuan lebih. Tersimpan rapi di Amerika Serikat, Rusia, India, Pakistan, Cina, Iran, Israel, Korea Utara, dan seterusnya.

Nah, andaikata, lontong-lontong itu disebar ke penjuru bumi, lalu dalam hitungan mundur ‘tiga-dua-satu’ masing-masing pantatnya dipicu sehingga 'reaksi fisi' bekerja, maka mungkin sekali, bumi yang diameternya 12.756 kilometer dan luas permukaannya 510 juta kilometer persegi ini, tempat dimana kaki setiap makhluk hidup memijak, hancur bercerai-berai tak ubahnya kotoran sapi.

Tidakkah ini bukti, jika makhluk hidup yang isi kepalanya terdapat seoonggok organ lunak berukuran dua-kepalan telapak tangan disatukan, yang berfungsi untuk mengelola sistem informasi berkesinambungan, sehingga disebut makhluk berakal itu, sebenarnya adalah makhluk hidup yang benar-benar tolol?


* * *
Kampung Pettarani, Makassar 14 Desember 2006

___________
* Seperti dikisahkan Wicaksono, pewarta TEMPO, dalam artikelnya berjudul Di balik Sebuah Bom Nuklir, pada majalah tersebut edisi 29 Desember 2002.

* Tulisan Bimo Nugroho, anggota perkumpulan Institut Studi Arus Informasi (ISAI), berjudul Menyusuri Jejak John “Hiroshima” Hersey dalam majalah PANTAU edisi Oktober 2002. Dalam tulisan tersebut, Nugroho menceritakan tentang sebuah karya jurnalistik dari John Hersey berjudul Hiroshima, yang dipublikasikan pertama kali di The New Yorker 31 Agustus 1946.
Salah satu paragrafnya berbunyi demikian: “Albert Einstein, sang penemu rumus atom, memutuskan untuk membeli 1.000 eksemplar edisi
Hiroshima itu, tapi ia tak berhasil mendapatkan satu pun dilapak-lapak penjual majalah.”


sumber gambar: http://www.flickr.com/photos/indonesiaeats/5069819396/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar